Bali, (15/5/21) - Belajar sembari bermain merupakan hal yang amat mengasyikan. Sebab, kegiatan pembelajaran tidak lagi menjadi hal yang membosankan. Bak pepatah sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, di Monumen Perjuangan Rakyat Bali (The Monument of Balinese Struggle), anda dapat berekreasi sekaligus memperoleh informasi-informasi baru mengenai awal mula kehidupan di Bali hingga situasi dan kondisi Bali pasca kemerdekaan.
Monumen ini dibuat untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan perjuangan dalam melawan penjajahan Belanda. Salah satunya adalah Perang Puputan Margarana yang dilakukan oleh Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai di Desa Marga Tabanan pada tahun 1946. Monumen ini juga merupakan penghargaan agung terhadap upaya perjuangan pahlawan dan rakyat Bali dalam membela kemerdekaan yang telah dilakukannya tanpa pamrih hingga titik darah penghabisan.
Pada Agustus 1988, melalui anggaran Pemerintah Daerah Provinsi Bali, dilakukan peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya proses pembangunan monumen. Sang arsitektur, Ida Bagus Gede Yadnya, seorang mahasiswa jurusan arsitektur asal Fakultas Teknik Universitas Udayana, berhasil memenangkan dan menjadi juara dalam sayembara pembuatan desain Monumen Perjuangan Rakyat Bali yang diadakan pada tahun 1981.
Tidak ada kehidupan yang selalu berjalan mulus, pembangunan monumen ini tentunya juga menemui beberapa hambatan. Salah satunya terjadi pada saat krisis ekonomi dan depresiasi mata uang rupiah pada tahun 1997. Meski demikian, monumen ini dapat juga diselesaikan pada tahun 2001.
Presiden Republik Indonesia, Megawati Soekarno Putri, berkenan untuk meresmikan monumen tersebut pada tanggal 14 Juni 2003 bersamaan dengan Pembukaan Pesta Kesenian Bali ke-25. Sejak saat itu, monumen ini terbuka untuk umum dan dapat dikunjungi oleh publik dengan pembelian tiket sebesar Rp 25.000,-
Aula utama (main hall) monumen ini terletak pada ruang dioramanya. Diorama-diorama yang terpajang menggambarkan nilai-nilai budaya dan sejarah perjuangan Rakyat Bali dari masa ke masa sehingga dapat membantu pengunjung, baik domestik maupun mancanegara, dalam memahami nilai-nilai juang yang tertanam dan terpatri jauh di lubuk dan sanubari rakyat Bali.
Pembuatan diorama juga merekonstruksi kembali peristiwa-peristiwa penting dan bersejarah yang pernah terjadi di Bali. Dengan demikian, peristiwa-peristiwa dan makna yang tersirat di dalamnya tidak terlupakan serta dapat lebih mudah diapresiasi oleh generasi muda. Selain itu, tujuan dibuatnya diorama adalah untuk mengabadikan jiwa perjuangan Rakyat Bali sepanjang masa serta mewariskan semangat patriotisme dalam wujud rela berkorban, cinta tanah air, persatuan dan kesatuan, perdamaian, kebersamaan, dan yang terutama adalah untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Uniknya, Monumen Perjuangan Rakyat Bali juga menempatkan dasar-dasar simbolis yang menggambarkan nilai juang dan jiwa patriotisme. Contohnya pada tangga utama Kori Agung (pintu utama) yang berjumlah 17 anak tangga, Tiang Agung yang terdapat dalam gedung yang berjumlah 8 buah, serta ketinggian monumen dari dasar hingga puncak yang mencapai 45 meter. Apabila angka-angka tersebut dirangkai, maka tersusun angka 17, 8, dan 45 yang menunjukkan tanggal, bulan, dan tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yaitu pada 17 Agustus 1945.
Rosella Veltin/Tugas Video Artikel
Comments
Post a Comment