Skip to main content

Adaptasi Kreatif Pelaku UMKM Mandiri di Tengah Himpitan Pandemi



Pandemi Covid-19 telah menorehkan banyak luka dan duka yang mendalam. Tanpa pandang bulu, tak peduli kaya miskin, tua muda, pintar bodoh, semua tersapu oleh wabah ini. Tentunya, banyak insan yang gugur dalam medan perang yang ganas tersebut. Baik gugur nyawanya maupun gugur pekerjaannya. 

Namun, tak sedikit pula yang terus-menerus mencoba untuk bertahan dan beradaptasi dengan segala rangkaian peristiwa ini. Mereka, pejuang-pejuang tangguh, dengan tabah menerima segala cobaan, di mana jurang keputusasaan bertahta.

Sebut saja Pak Gede Doni. Pria asal Tabanan ini memanfaatkan mobil keluarga untuk berjualan dan menyambung hidup. Tepatnya, ia memanfaatkan bagasi pada mobilnya untuk berjualan tisu. Pandemi membuat ia dan keluarga tidak memperoleh penghasilan. Maka, satu-satunya pilihan yang terlintas pada benaknya adalah dengan memanfaatkan bagasi mobilnya untuk mencari nafkah.

“Kami ini sudah tidak memiliki pilihan sebenarnya, terus terang saja ya. Kebetulan kami memiliki kendaraan seperti ini dan pilihannya cuman ini. Jadi saya memilih untuk berdagang ini. Karena hampir semua pelaku pariwisata turun ke jalan untuk sekadar mencari makan.”

Menurutnya, daripada mobil tersebut tak terpakai alias menganggur, lebih baik digunakan untuk hal-hal yang lebih berguna lagi. Apalagi setelah ia tidak mendapatkan pemasukan lagi seperti yang biasa ia peroleh.

“Ya, saya cuma memaksimalkan apa yang saya punya saja untuk mencari tambahan di kala pandemi ini. Saya berharap kalau keadaan sudah mulai normal, saya dan istri dapat bekerja seperti biasa lagi. Kebetulan dulu kami bekerja di restoran yang berada di Kuta dan Seminyak.”

Sebelum pandemi, metode berjualan seperti tidak pernah ada. Namun, setelah sektor pariwisata di Bali kolaps, pelaku UMKM mandiri pun banyak sekali yang bermunculan dan berdagang di jalanan. 

“Karena pandemi ini kebetulan banyak yang turun ke jalan, ya saya jadinya ikut-ikutan. Pedagang-pedagang yang lain pun sama. Jadi, pinggiran jalan selalu penuh oleh pedagang.”

Bukan tanpa hambatan, para pelaku UMKM mandiri tersebut pada awalnya diberikan teguran lisan oleh Satpol PP setempat. Aturan yang ada pada awalnya melarang masyarakat berjualan di jalanan milik publik. Namun, semenjak Covid-19 melanda, mau tak mau ada dispensasi khusus yang harus diberlakukan.

Namun, rintangan dan kesulitan tak berhenti sampai di sana saja. Sebab, ada hal-hal eksternal yang memang tidak bisa dikendalikan. Misal, cuaca yang tidak mendukung dan penyebaran Covid-19 yang sebelumnya sempat melonjak. Hal tersebut membuatnya bekerja dengan penuh keraguan dan ketakutan. Ragu apabila dirinya menjadi orang yang positif terjangkit virus Corona serta takut apabila tidak memperoleh penghasilan sama sekali.

“Awal-awal sebelum pandemi, sebenarnya sudah ada aturan dan ketentuannya. Kegiatan berjualan di pinggir jalan seperti ini sebenarnya dilarang. Pas ada pandemi ini, kebijakannya dilonggarkan. Diberikan dispensasi istilahnya untuk sementara.”

Pelonggaran kebijakan tersebut bukanlah hal yang gratis. Sebab, masing-masing mobil diwajibkan membayar biaya parkir. Adapun biaya parkir yang dipungut sebesar Rp 4000,00/hari. Petugas Banjar (sebutan untuk RT setempat) akan berjalan dari mobil yang satu ke mobil yang lainnya untuk menagih biaya parkir.

Baginya, asal pekerjaan tersebut tidak merugikan orang lain, maka akan ia lakukan. Sebab, bagaimana pun ia adalah seorang kepala keluarga. Pekerjaan wajib untuknya adalah menjaga kesejahteraan serta mencari nafkah untuk keluarga.


Foto: Rosella Veltin

Di lain tempat, ada Pak Gemmy dengan usaha makanannya. Motto “Nasi Rakyat Makan Dengan Terhormat” bukan hal yang asing lagi bagi telinga warga setempat. Sama seperti Pak Gede Doni, beliau juga memanfaatkan bagasi mobilnya untuk memperoleh penghasilan sewaktu pandemi.



Foto: Rosella Veltin

Menurut beliau, memulai usaha dengan memanfaatkan bagasi mobil lebih fleksibel. Tidak perlu menguras banyak waktu, tenaga, dan biaya sewa tempat yang mahal.

“Ke mana perginya jadi lebih gampang. Pindah-pindahnya tidak terlalu repot. Kebetulan rumah juga tidak terlalu jauh jadi lebih hemat waktu dan biaya.”

Berdasarkan keterangan beliau, hampir seluruh mobil yang digunakan untuk berjualan dengan metode seperti itu dipastikan sebelumnya digunakan untuk sektor pariwisata. Sektor pariwisata di Bali memang anjlok sangat tajam, tercatat sebagai kondisi terburuk sepanjang sejarah. Hal itu bukanlah tanpa alasan, sebab tingkat hunian hotel serta kunjungan wisata hampir mencapai zero point (nol). Kondisi kritis yang amat pilu untuk terjadi.

Sampai saat ini pun, sektor pariwisata di Bali belum bisa dikatakan pulih. Pak Gemmy, yang berprofesi sebagai tour guide, tidak bisa memastikan kapan dirinya bisa kembali bekerja seperti semula.

“Karena kan sektor pariwisata belum jalan ya, jadi ya saya alih fungsikan saja (bagasi mobil) untuk pekerjaan. Daripada diam saja di rumah kan mending dimanfaatkan supaya menambah penghasilan.”

Beda orang maka beda juga pengalamannya. Apabila yang menjadi hambatan bagi Pak Gede Doni adalah cuaca dan virus, maka yang menjadi hambatan bagi Pak Gemmy adalah tempat parkir. Beliau mengalami apa yang namanya harus berebut tempat parkir dengan orang lain. Oleh karenanya, ia selalu memulai usahanya pagi-pagi sekali. Sekitar pukul 06.30 WITA, beliau sudah siap siaga menjajakan barang dagangannya. Daripada kehilangan penghasilan pada hari itu, beliau lebih memilih untuk mengorbankan jam tidurnya. 

Kegiatan usahanya pun sempat terkendala dengan agenda PKM (Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang diadakan oleh Pemerintah Provinsi Bali. Akibatnya, selama sebulan beliau tidak bisa berjualan. Untungnya, sekarang peraturan tersebut sudah lebih dilonggarkan. 

“Dulu dilarang karena masih awal-awal pandemi. Pernah ada larangan (berjualan) karena masih PKM. Untungnya tidak terlalu lama. Mungkin 1 bulanan kira-kira. Setelah jadwal PKM selesai, ya kami diperbolehkan untuk berjualan kembali. Untungnya, masyarakat dan pihak berwenang juga pengertian terhadap kondisi saya. Mereka tidak memprotes kegiatan saya yang menggunakan jalan milik publik. Asal saya tidak menghalangi jalan mereka saja.”

Aturan PKM memang sudah tidak berlaku, tetapi beliau selalu mengingatkan diri sendiri dan sesama untuk tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku serta menjaga kesehatan dan kebersihan diri sendiri.

“Jadi ya selama pandemi kita harus kreatif untuk nambah-nambah pemasukan ya istilahnya menyambung hidup.” 

Tidak selamanya suatu hal bersifat baik. Pun, tidak selamanya suatu hal bersifat buruk. Baik buruknya tergantung dari sikap kita dalam meresponinya. Kita juga bebas menentukan kacamata mana yang ingin kita pakai. Namun, alangkah baiknya, kita tidak berlarut-larut dalam suatu masalah terus-menerus. Bagaimana pun, kita tetap harus bangkit dan berjuang lagi, bukan?

Rosella Veltin/Artikel Feature News

Comments